RSS Feed

✖ Hello Guys! ✖

❤❤

This is a day when you first meet me.
Welcome to this place, that only things you will see. You’ll find a thing that will make you want to be me. Click and read, don’t forget to leave a comment here.
I’ll make you sure to not regret it.
Last but not the least, thank you for coming here.
Bye, bye, and let’s meet again! ^.^

26 Mar 2011

CYBER (Community of 8 Bi-Best Forever)


 

25 Mar 2011

Hati-Hati, Nuklir Jepang

 

Lampu senter tidak terlalu membantu menerangi lorong gelap yang mereka lalui. Ditambah beban berat tangki oksigen serta panasnya baju terusan anti radiasi yang mereka kenakan, situasi sangatlah tidak nyaman.

Apalagi, baju anti radiasi itu pun cuma namanya saja. Pada kenyataannya, pakaian itu hanya melindungi mereka sedikit saja dari bahaya radiasi.

Tapi tak sedikitpun keluhan keluar dari mulut mereka. Padahal, mereka sedang bertaruh nyawa di tempat itu. Setiap detik, bisa saja ledakan dan radiasi merenggut nyawa mereka. Jika pun tak meninggal seketika, berbagai penyakit mengerikan telah mengintai mereka dalam 20-30 tahun ke depan; atau bahkan lebih cepat dari itu.

"Kami sedang melakukan misi bunuh diri. Kami menerima nasib ini seperti menerima vonis mati,” begitu isi pesan singkat seorang pekerja kepada keluarganya.

Adalah 200 pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Dai-ichi, yang secara sukarela memilih tinggal di tempat berbahaya itu. Mereka mencoba mendinginkan reaktor nuklir yang sedang memuntahkan radiasi dalam batas yang tak terbayangkan, serta memantaunya detik demi detik.

Mereka membagi diri dalam empat shift, tiap kelompok 50 orang. Mereka kerap disebut The Fukushima Fifty, 50 orang luar biasa yang siap mati.

Perusahaan tempat mereka bekerja, Tokyo Power Plant Co (Tepco) menurut New York Times, menolak mengungkapkan identitas para pekerja yang bertahan di situ. Tepco hanya mengatakan mereka ditugasi untuk memompa air laut dan menjaga reaktor tetap dingin. Sekaligus, untuk memantau tingkat radiasi dengan menggunakan pengukur kecil yang mereka bawa, karena pengukur radiasi di instalasi PLTN tersebut telah rusak.

Lebih penting lagi, mereka juga ditugasi untuk mencari cara agar perangkat inti PLTN tidak ikut hancur akibat ledakan berkali-kali beberapa hari lalu. Sebab, jika itu terjadi, akibatnya sungguh fatal. Zat radioaktif bisa menyebar dalam skala besar.
"Melawan rasa lelah dan perut kosong, kami memaksa diri untuk terus bekerja,” tulis salah seorang pekerja, Michiko Otsuki, di Internet.

New York Times menulis, 200 pekerja yang tinggal ini bukanlah para pemuda gagah berani yang memiliki keahlian dan pengetahuan tinggi mengenai nuklir. Bukan pula manajer yang memang bertanggung jawab atas jalannya reaktor. Mereka adalah para lelaki tua, pekerja dan pemadam kebakaran yang sedikit lagi--tidak sampai setengah tahun--akan memasuki masa pensiun.

Jadi, jikapun mereka terpapar radiasi, mereka berharap tak akan sempat merasakan penyakit yang akan menggerogoti tubuh mereka 20-30 tahun dari sekarang. Mereka berharap sudah akan dipanggil Sang Khalik karena usia tua, bukan lantaran leukemia, katarak, maupun kanker.

Di dalam pembangkit nuklir tersebut, tingkat radiasi mencapai 1.000 milliseverts (mSv) dalam satu jam. Tak jelas berapa banyak radiasi yang telah diserap oleh para pekerja itu. Yang jelas, Jepang dan Amerika Serikat telah menetapkan batas aman radiasi yang dapat diterima seseorang hanyalah 50 mSv dalam satu tahun. Untuk situasi darurat seperti ini, Kementerian Kesehatan Jepang membolehkan radiasi hingga 250 mSv, itu pun sudah maksimal.

Dan para pekerja itu mulai berguguran, satu persatu. Dari yang memilih bertahan di dalam pembangkit, lima di antaranya dilaporkan telah meninggal dunia, dua hilang, dan 21 lainnya terluka.

Jutaan nyawa lain
Yang sedang diperjuangkan para pekerja itu, dengan nyawa mereka, adalah enam reaktor nuklir. Tiga telah meledak dalam proses pendinginan. Secara bergantian, mereka memantau dan memompa air laut untuk mendinginkan reaktor untuk mencegah petaka nuklir dan merenggut lebih banyak lagi nyawa manusia.

Setelah gempa 9 Skala Richter dan tsunami dahsyat menerjang pesisir timur Jepang pada Jumat, 11 Maret 2011, nyawa yang melayang sudah tak terkira. Menurut laporan dari Badan Polisi Nasional Jepang per tanggal 16 Maret 2011, korban tewas mencapai angka 3.676 orang, 1.990 terluka, dan 7.558 orang masih dilaporkan hilang di 16 prefektur yang disapu tsunami. Diperkirakan, angka tewas di lapangan jauh lebih besar lagi, dan dikhawatirkan bisa mencapai puluhan ribu orang.

Dan nyawa yang hilang niscaya akan berlipat-lipat jika pembangkit nuklir itu gagal didinginkan, meledak, lalu menebar zat radioaktif yang mematikan keluar.

Adalah getaran gempa yang merusak infrastruktur PLTN yang terdiri dari beberapa bangunan dan enam reaktor. Salah satunya teramat vital: generator diesel raksasa untuk menjaga pendinginan reaktor.

Menurut laman JMA, sistem peringatan dini tsunami terhubung dengan beberapa fasilitas vital di Jepang. Begitu peringatan menyala, sistem akan otomatis menghentikan kereta api, mengendalikan lift, dan mengatur laju lalu lintas. Nah, sistem itu juga lalu memadamkan secara otomatis listrik di reaktor nuklir. Celakanya, ketika itu terjadi, generator sebagai penyalur energi cadangan juga rusak sehingga aliran listrik putus sama sekali. Pendinginan gagal dan petaka pun mengintai.

Tiga unit reaktor nuklir yang masih aktif kini jadi pusat perhatian dunia. Reaktor-reaktor itu adalah tipe reaktor air panas yang membutuhkan temperatur tertentu untuk beroperasi dengan aman.
Seperti diberitakan CNN, batangan bahan bakar (fuel rods) normalnya bekerja di suhu 760 derajat Celcius. Jika suhu meningkat hingga lebih dari 1.200 derajat Celcius, fuel rods akan rusak. Semakin panas lagi, fuel rods akan meleleh. Lelehan inilah yang akan menyebarkan radiasi, bahkan dapat menguapkan inti reaktor. Bila ini sampai terjadi, bencana mengerikan akan terjadi.

Dalam waktu empat hari, tiga reaktor nuklir yang aktif meledak. Reaktor unit satu meledak pada 12 Maret 2011. Unit tiga meledak dua hari kemudian. Dan berselang sehari, giliran unit dua yang meledak.

Perdana Menteri Jepang Naoto Kan pun langsung mengumumkan situasi darurat-nuklir. Sebanyak 170 ribu warga di radius hingga 20 km diungsikan. Di luar itu, pemerintah menghimbau mereka untuk tetap di dalam rumah, menutup semua jalur udara, dan menutup mulut dengan handuk.

Belum jelas apa penyebab pasti ledakan itu. Namun, menurut Associated Press, ledakan terjadi ketika petugas PLTN berusaha mendinginkan reaktor nomor satu menggunakan air. Ternyata, air yang mereka gelontorkan menciptakan hidrogen ketika terpapar fuel rods. Besarnya tekanan memaksa petugas mengeluarkan hidrogen sebagian. Namun, saat dikeluarkan hidrogen itu malah bercampur dengan oksigen dan mengakibatkan ledakan.
 
Tingkat radiasi yang keluar dari reaktor yang rusak masih turun naik. Menurut MSNBC, pada 15 Maret 2011 radiasi bisa mencapai 11.900 mSv/jam. Para ahli dari Indonesia yang dikumpulkan di KBRI Tokyo, bahkan mengatakan tingkat radiasi di daerah dekat reaktor mencapai hingga 400 ribu mSv/jam.

Petugas yang bekerja pun kucing-kucingan dengan radiasi. Jika memuncak, mereka menyingkir. Jika menurun, mereka maju, melakukan berbagai hal, sebisanya.

Radiasi bahkan dikabarkan terbawa angin dan telah mencapai Tokyo yang berjarak 250 km dari PLTN. 

Kepala Badan Energi Atom Internasional PBB (IAEA), Yukiya Amano, pada Rabu, telah menyatakan situasi di Fukushima sangat serius. Amano mengatakan fuel rods di unit 4, 5 dan 6 telah terekspos udara dan menyebarkan radiasi. Berbagai negara mulai menyerukan warga negaranya untuk menjauhi PLTN Fukushima, setidaknya hingga radius 80 km.

Berbahaya, memang.
Namun, nuklir selama ini menjadi andalan Jepang dalam memenuhi kebutuhan listrik mereka sehari-hari. Data dari Federasi Perusahaan Pembangkit Listrik (FEPC) Jepang, negeri ini mengoperasikan 55 reaktor nuklir yang dihasilkan listrik sebesar hampir 50 gigawatt. Energi ini menyumbang 34,5 persen kebutuhan listrik di Jepang.

Di Jepang energi nuklir telah menjadi prioritas strategis sejak 1973. Bagi mereka, energi nuklir merupakan pilihan bijak sebab Negeri Sakura tak memiliki banyak sumber minyak dan gas.
 
Fukushima bukan kecelakaan nuklir yang pertama di Jepang. Pada pertengahan 1990, sempat terjadi beberapa kecelakaan nuklir, di antaranya kecelakaan Tokaimura. Toh, pemerintah Jepang terus kukuh mengembangkan energi nuklir.

Chernobyl, Three Mile, Fukushima
Tragedi Fukushima langsung mengingatkan dunia pada dua tragedi nuklir lainnya.

Di tahun 1986, pembangkit listrik tenaga nuklir di Republik Sosial Soviet Ukraina (sekarang Ukraina) tiba-tiba mati daya. Akibat memanasnya sistem, beberapa ledakan terjadi. Petaka berpuncak ketika sebagian inti nuklir meleleh.

Radiasi di luar area ledakan mencapai 50 kali lebih besar dari radiasi di Fukushima. Radiasi tingkat tinggi ini menyebar ke seluruh bagian barat Uni Soviet, Eropa Timur, Eropa Barat, dan Eropa Utara. Sebagian besar warga di Ukraina, Belarus dan Rusia diungsikan, dan 336 ribu orang di antaranya memilih tidak kembali.

Akibat paparan radiasi, 31 pekerja PLTN dan pemadam kebakaran yang kala itu berada di lokasi meninggal dalam hitungan bulan. Sebanyak 4.000 anak-anak dan dewasa mengidap kanker tiroid setelah mengkonsumsi susu yang terkontaminasi radioaktif. Dilaporkan, lima juta orang terkena dampak radiasi dan menderita sejumlah penyakit, mulai dari cacat tubuh hingga kanker. Sampai saat ini, tingkat radiasi di Chernobyl masih dalam taraf kritis.

Berdasarkan perhitungan International Nuclear and Radiological Event Scale (INES), skala kecelakaan Chernobyl mencapai level 7, level tertinggi dalam sebuah kecelakaan nuklir.

Sebelumnya, pada tahun 1979, kecelakaan serupa terjadi di Pulau Three Mile, Pennsylvania, AS. Sebagian inti nuklir di PLTN ini juga meleleh. Beruntung, karena selubung reaktor tidak rusak, maka meski radiasi menyebar ke wilayah yang cukup luas, tapi tarafnya masih tergolong rendah. Peristiwa Three Mile dikategorikan kecelakaan nuklir level dua, yakni kecelakaan nuklir dengan cakupan wilayah yang luas.

Bagaimana dengan Fukushima?
Seperti diberitakan NHK, Jumat kemarin, Badan Keselamatan Industri Nuklir Jepang telah menaikkan skala radiasi ke level 5 dari level tertinggi 7 dalam Skala INES. Ini karena lebih dari 3 persen dari bahan bakar nuklir telah rusak dan bahan radioaktif telah bocor dari pembangkit.

Situasi artinya telah menjadi semakin gawat saat KBRI Tokyo pada Rabu sebelumnya mengumpulkan 10 ahli nuklir Indonesia yang rata-rata sedang mengambil gelar doktor di sejumlah universitas di Negeri Sakura.

Para ahli ini, seperti dimuat di laman KBRI, menyimpulkan bahwa kecelakaan di reaktor Fukushima Unit 1 sampai 4 masih di skala 4 INES. Artinya, lingkup kecelakaan masih di sekitar PLTN Fukushima. Namun, kecelakaan ini telah merusak gedung reaktor, kolam cadangan air pendingin, dan mengakibatkan kebakaran di gedung reaktor yang menyimpan bahan bakar bekas.

Jikapun terjadi pelelehan inti nuklir, diperkirakan radiasi yang dilepaskan tidak akan sebesar peristiwa Chernobyl. Dilansir laman The Guardian, setiap reaktor di Fukushima memiliki selubung baja setebal 20 cm. Selubung itu masih dibungkus lagi dengan bangunan beton. Jadi, jikapun meleleh, dampaknya diperkirakan tidak akan terlalu parah.
 
***

Yang parah tak terkira tentu mereka yang berada di dalam selubung beton tebal itu, di mana para pekerja berani mati masih terus berkutat. Mereka mengusahakan segala cara, semampu mereka, untuk mendinginkan dan memantau reaktor di PLTN Fukushima.

“Saya mendengar kalau dia menawarkan dirinya untuk jadi sukarelawan, walaupun dia akan pensiun setengah tahun lagi. Mataku tak kuasa menahan tangis… Di rumah dia terlihat bukan tipe orang yang mampu melakukan tugas-tugas besar. Tapi hari ini saya sangat bangga padanya. Dan saya berdoa untuk keselamatannya,” tulis seseorang di Twitter dengan akun @NamicoAoto.

23 Mar 2011

Reaktor Nuklir Jepang Meledak



Lunar Perigee

 

 

Extreme Supermoon

 

A SuperMoon is a perigee-syzygy, a new or full moon (syzygy) which occurs when the Moon is at 
90% or greater of its mean closest approach to Earth (perigee). 

Supermoon

Supermoon. Sebuah Fenomena alam yang mungkin paling ditunggu-tunggu saat ini, Supermoon. Supermoon adalah penampakan bulan purnama lebih besar dari biasanya. Fenomena ini hanya terjadi 18 tahun sekali, bulan tampak sekitar 14 persen lebih besar.

Fenomena supermoon ini merupakan fenomena di mana posisi bulan berada di jarak terdekat dengan bumi. Jarak terdekat itu diperkirakan terjadi setelah tengah malam ini, Sabtu (19/3/2011). Bulan akan berada di titik terdekatnya dnegan bumi (perigee).

Namun Fenomena supermoon ini juga akan menyebabkan air pasang yang lebih tinggi dari purnama-purnama yang biasa. Jika didukung dengan angin yang tinggi pula, air pasang akan lebih besar sehingga bisa saja meluap.

Kalau angin cukup besar, air pasang akan semakin tinggi karena akan ada gelombang. Selain itu, Supermoon ini tidak akan berdampak lain. Jadi bersiaplah menyaksikan fenomena alam ini.

Evakuasi Warga Fukushima

Ratusan warga dievakuasi dari prefektur Fukushima, untuk menghindari mereka terpapar radiasi nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi. Gambar dari kantor berita Jepang memperlihatkan, beberapa warga mengenakan masker, untuk masuk ke bus untuk segera dievakuasi.

Lebih dari 70 ribu warga telah dievakuasi dari daerah rawan bahaya. Meski demikian, pemerintah Jepang belum memperluas cakupan daerah bahaya 20 kilometer dari PLTN Fukushima, seiring dengan itu pemerintah Jepang meminta warga dengan radius 30 kilometer untuk tidak keluar rumah, menutup seluruh pintu dan jendela mereka.

Di tempat terpisah, helikopter militer Jepang, terus mencurahkan air laut, ke komplek reaktor nuklir Fukushima. Mereka terus berjuang dengan segala upaya sambil mendinginkan bahan uranium, yang mungkin mampu mengurangi dampak radiasi.

Empat dari enam reaktor nuklir di PLTN Fukushima, menghadapi persoalan serius, setelah kebakaran, ledakan serta kerusakan struktur bangunan yang melindungi inti reaktor. Melelehnya batang nuklir, mengakibatkan meningkatnya suhu di kolam penampung bahan bakar nuklir.

9 Mar 2011

Fenomena De Javu

Pernahkan Anda mengunjungi sebuah rumah untuk pertama kalinya dan tiba-tiba Anda merasa familiar dengan rumah tersebut ? Atau pernahkah anda berada dalam suatu peristiwa ketika tiba-tiba anda merasa bahwa Anda sudah mengalaminya walaupun anda tidak dapat mengingat kapan terjadinya? Itulah deja vu, salah satu fenomena misterius dalam kehidupan manusia.

"Om, saya merasakan bahwa saya pernah melakukan hal yang sama, gerakan yang sama dan lain- lain"

Suatu hari, kalimat di atas masuk ke kotak komentar di blog ini. Walaupun kalimat itu terdengar menakutkan dan misterius, tapi untuk kasus ini sepertinya saya punya jawabannya. Inilah yang disebut deja vu.

Banyak dari kita yang sudah pernah mendengar kata ini, tapi mungkin hanya sedikit yang mengetahui artinya.



Definisi Deja Vu


Deja vu berasal dari kata Perancis yang berarti "telah melihat". Kata ini mempunyai beberapa turunan dan variasi seperti deja vecu (telah mengalami), deja senti (telah memikirkan) dan deja visite (telah mengunjungi). Nama Deja Vu ini pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan Perancis bernama Emile Boirac yang mempelajari fenomena ini tahun pada 1876.

Selain deja vu, ada lagi kata Perancis yang merupakan lawan dari deja vu, yaitu Jamais Vu, yang artinya "tidak pernah melihat". Fenomena ini muncul ketika seseorang untuk sementara waktu tidak dapat mengingat atau mengenali peristiwa atau orang yang sudah pernah dikenal sebelumnya. Saya rasa sebagian dari kalian juga sering mengalaminya.
Sebelum kita melihat mengenai deja vu, pertama, kita perlu mengetahui apa yang disebut dengan "Recognition Memory", atau memori pengenal.



Recognition Memory

Recognition Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa apa yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami sebelumnya.Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollection dan Familiarity. Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali) jika kita bisa menyebutkan dengan tepat seketika itu juga kapan situasi yang kita alami pernah muncul sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita menyadari bahwa kita sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.

Sedangkan ingatan yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan pasti kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh Familiarity.

Selama terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling tidak pernah mengalami deja vu minimal sekali, apakah itu berupa pandangan, suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering mengalami deja vu, jelas anda tidak sendirian di dunia ini.

Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami
fenomena ini sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.

Pada tulisan ini, tidak mungkin saya membahas 40 teori tersebut satu persatu. Jadi saya akan memilih beberapa teori yang saya anggap perlu diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori psikolog legendaris, Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada kalian sebuah gambar yang s
angat terkenal. Ini dia :
Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.
Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan.


Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja Vu.

Gangguan akses memori
Sigmund Freud yang sering dijuluki sebagai bapak psikoanalisa pernah meneliti mengenai fenomena ini dan ia percaya bahwa seseorang akan mengalami Deja Vu ketika ia secara spontan teringat dengan sebuah ingatan bawah sadar. Karena ingatan itu berada pada area bawah sadar, isi ingatan tersebut tidak muncul karena dihalangi oleh pikiran sadar, namun perasaan familiar tersebut bocor keluar.

Teori Freud ini terbukti menjadi landasan bagi teori-teori yang muncul berikutnya.
Namun sebelum saya membahas teori-teori yang lain, saya ingin mengajak kalian untuk mengenal satu kata ini terlebih dahulu, yaitu "Subliminal". Subliminal berasal dari kata latin, yaitu "sub" dan "Limin atau Limen". "Sub" berarti bawah, sedangkan "Limin" berarti ambang batas. Dalam artian psikologi, subliminal berarti beroperasi dibawah sadar.

Lagi-lagi berhubungan dengan bawah sadar. Maksud saya memperkenalkan kata ini adalah untuk memahami teori di bawah ini.


Perhatian yang terpecah - teori ponsel
Seorang peneliti bernama Dr. Alan Brown pernah mengadakan eksperimen yang diharapkan bisa menciptakan ulang proses deja vu. Dalam percobaannya, ia dan rekannya Elizabeth Marsh memberikan sugesti subliminal kepada subjek penelitiannya.

Mereka menunjukkan sekumpulan foto yang menunjukkan lokasi-lokasi yang berbeda kepada sekelompok pelajar dengan maksud bertanya kepada mereka mana yang dianggap paling familiar bagi mereka. Dalam percobaan ini, semua pelajar yang diuji belum pernah mengunjungi lokasi-lokasi yang ada di foto tersebut.

Namun sebelum mereka menunjukkan foto-foto itu, terlebih dahulu mereka menayangkan sebagian foto itu di layar dengan kecepatan subliminal sekitar 10 sampai 20 milidetik. Kecepatan itu cukup bagi otak manusia untuk menyimpan informasi itu di bawah sadar, namun tidak cukup bagi para pelajar itu untuk menyadari dan menaruh perhatian padanya.

Dalam percobaan ini terbukti bahwa lokasi-lokasi pada foto-foto yang sudah ditayangkan dengan kecepatan subliminal dianggap paling familiar bagi para pelajar itu.

Eksperimen serupa pernah diadakan oleh Larry Jacobi dan Kevin Whitehouse dari Washington University. Bedanya, mereka menggunakan sekumpulan kata-kata, bukan foto. Namun hasil yang didapat sama dengan eksperimen Dr. Alan Brown.

Berdasarkan pada hasil eksperimennya, Dr. Alan Brown kemudian mengajukan sebuah teori yang disebut sebagai teori ponsel (atau perhatian yang terpecah).

Teori ini mengatakan bahwa ketika perhatian kita terpecah, maka, secara subliminal, otak kita akan menyimpan informasi mengenai kondisi di sekeliling kita namun tidak benar-benar menyadarinya. Ketika perhatian kita mulai fokus kembali, maka segala informasi mengenai sekeliling kita yang tersimpan secara subliminal akan "terpanggil" keluar sehingga kita merasa lebih familiar. Ini sama seperti bongkahan es di bawah permukaan air yang naik ke atas permukaan.

Contoh, jika kita memasuki sebuah rumah sambil ngobrol dengan orang lain, maka perhatian kita tidak akan terpaku kepada kondisi rumah itu, namun otak kita telah menyimpan informasi itu secara subliminal di bawah sadar. Ketika kita selesai ngobrol, pikiran kita mulai fokus dan informasi yang tersimpan di bawah sadar mulai muncul. Seketika itu juga kita mulai merasa familiar dengan rumah itu.

Jadi, berdasarkan teori ini, deja vu tidak berhubungan dengan kejadian di masa lalu yang telah berlangsung lama.
Ada lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan banyak memori yang datang dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita baca. Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan lewatnya waktu, maka ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan informasi yang pernah kita simpan, maka memori yang tersimpan di bawah sadar kita akan bangkit kembali.

Contoh, sewaktu kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita merasa familiar walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut.

Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi teori ini setuju bahwa deja vu berhubungan dengan kejadian yang telah berlangsung lama di masa lampau.


Teori Pemrosesan Ganda ( visi yang tertunda )
Dalam banyak hal, teori-teori mengenai penyebab Deja Vu tidak berbeda jauh dari yang diajukan oleh Sigmund Freud. Namun seorang peneliti bernama Robert Efron berusaha melihat lebih jauh kedalam mekanisme otak, bukan sekedar pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal, teori yang diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Deja Vu terbaik yang pernah ada.Teori Efron ini berhubungan dengan bagaimana cara otak kita menyimpan memori jangka panjang dan jangka pendek. Ia menguji teori ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran Boston. Menurutnya, respon syaraf yang terlambat dapat menyebabkan deja vu. Hal ini disebabkan karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di otak melewati lebih dari satu jalur.

Efron menemukan bahwa Lobus Temporal dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir informasi yang masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima informasi yang masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua transmisi tersebut.

Informasi yang masuk pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan yang kedua kali mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan terlebih dahulu.

Jika delay yang terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak akan memberikan catatan waktu yang salah atas informasi tersebut dengan menganggap informasi tersebut sebagai memori masa lalu.


Deja Vu - Sepertinya saya pernah menulis ini.

Tidak, saya cuma bercanda. Ini pertama kalinya saya menulis mengenai Deja Vu. Walaupun tidak menakutkan seperti fenomena
Doppelganger yang juga sering dihubungkan dengan aktifitas otak, Deja Vu tetap dianggap sebagai fenomena yang luar biasa misteriusnya.

Tapi jika kalian bertanya mengenai pendapat saya, maka saya rasa Sigmund Freud telah memecahkan misterinya.




Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami.




Sumber : http://xfile-enigma.blogspot.com/2010/01/fenomena-deja-vu-yang-misterius.html

6 Mar 2011

Internet Information Services ( .pptx )

If you want to download this file, you can click here!

What's your opinion?

✖ Flow of Soul ✖